GERAK KEBUDAYAAN
Keragaman ekosistem (budaya) yang ada merupakan kekayaan tersendiri bagi bangsa ini, dan selama ini kurang mendapatkan perhatian dari pemerintah. Terbukti tidak adanya Menteri Kebudayaan yang notabene mengurusi keragaman budaya yang ada di negeri ini dari Sabang sampai Meraoke. Padahal Kebudayaan juga bisa dikatakan sebagai pilar kekuatan bangsa ini, tapi kenapa kurang mendapatkan (kalau boleh dikatakan) tidak mendapat perhatian dari pemerintah.
Dalam Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan se-Indonesia, 10- 14 Desember 2023, bertempat di Hotel Mercure Ancol, Jakarta. Mengambil tema “Transformasi Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan untuk Tata Kelola Kebudayaan”. Isu tentang keberadaan Menteri Kebudayaan merupakan isu utama yang diusung oleh peserta yang datang dari Sabang sampai Merauke. Sebuah agenda yang mungkin ini kali pertama ada Musyawarah Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan Se-Indonesia.
Sebelum gol utama dalam Munas, yakni Resolosi Ancol (Keputusan Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan Dewan Kebudayaan 2023), yang memuat 5 point keputusan. Selama 3 hari peserta melaksanakan sidang komisi, dan ada 5 komisi, yakni 1. Reposisi dan Transformasi, 2. Regulasi untuk Transformasi Organisasi, 3. Transformasi Tata Jelola Organisasi, 4. Transformasi Tata Kelola Taman Budaya dan Penguatan Kapasitas, dan 5. Politik Anggaran dan Keterlibatan Dewan Kesenian dalam Penyusunan RPJP, RPJMN dan RPJMD. Selama 3 hari peserta bergulat saling menyampaikan permasalahan yang terjadi di daerahnya masing-masing tentang keberadaan Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan.
Sementara itu, bukan rahasia umum bila gerak Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan yang ada disetiap wilayah, dari wilayah satu dengan lainnya tidaklah sama. Ada yang berjalan cepat, tidak sedikit yang berjalan lambat dalam arti kurang mendapat perhatian pemerintah daerah setempat. Sebagaimana yang terjadi di daerah penulis sendiri, yakni Kabupaten Mojokerto dengan keberadaannya Dewan Kesenian Kabupaten Mojokerto, setelah dilantik pada tahun 2021 oleh bupati. Tidak ada gerak langkahnya bahkan nyaris hilang dengan sendirinya.
Disinilah sebuah problem tersendiri yang sering terjadi disetiap daerah, bahkan merupakan sebuah warna terseniri bagi gerak kedudayaan itu sendiri disetiap daerah, mungkin karena kurang kuatnya payung hukum yang ada, atau masalah lain dalam arti penguasa sendiri yang kurang peduli dengan perkembangan seni budaya. Dan dari obrolan dengan delegasi daerah lain, sebenarnya persoalannya sama, kurang adanya perhatian dari penguasa daerah setempat.
Padahal bila gerak kebudayaan disetiap daerah mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat, niscaya secara tidak langsung kemajuan kebudayaan itu sendiri akan berkembang dengan pesat pula. Disilah para peserta Musyawarah Nasional Dewan Kesenian dan atau Dewan Kebudayaan diberi pekerjaan rumah (PR), setelah mengikuti Munas, pulang kedaerahnya masing-masing, harus mensosialisasikan hasil Munas, dan menggerakkan kebudayaan didaerahnya masing-masig.
Sebuah pekerjaan rumah (PR), yang bagi penulis sebagai peserta merasa berat sekali melaksanakan, karena iklim seni budaya yang ada di daerah kurang mendapat perhatian dari pemerintah daerah, bahkan keberadaan Dewan Kesenian sendiri serasa terlupakan oleh pimpinan daerah.***
(Suyitno, S.Pd, M.Pd) karyanya berupa puisi, cerpen dan esai sudah dimuat di beberapa media massa, antara lain di Suara Karya, Republika, Sastra Sumbar, Media Indonesia dan lain-lain. Puisi-puisinya terkumpul di beberapa antologi puisi, antara lain Negeri Awan (2017), Festival Bangkalan (2017), Ruang Tak Lagi Ruang (2017), Kesaksian Tiang Listrik (2018), Negeri Bahari (Negeri Poci 2018), Jejak Sajak Batu Runcing (2018), Sabda Alam (2019), Zamrud Khatulistiwa (2019), Membaca Hujan di Bulan Purnama (Tembi, 2019), Biografi Tepung (2021), PMK 8 (2021) dan lain-lain. Juga dalam Antologi “Bersetubuh Dengan Waktu” (2014), “Dari Cinta Ke Negara” (2015), “Rasa Ku Rasa” (2016) dan Kumpulan Cerpen “Sepeda Pancal” (2016), “Gapura Menapak Jejak Mojopahit” (2018), “Pemulung Diksi” (2019), Lampiaskan Keinginan (2021), Dengan Apa Aku Mencintaimu (2022)
Dosen di Institut Agama Islam Uluwiyah Mojokerto. Mendirikan Kampung Literasi “AMANGKUCITA”, dan Penggiat Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK).