Masuk ke gedung perpustakaan atau ruang perpustakaan, Buku-buku berdiri tertata diam, bahkan ada yang tergeletak tidak tertata semestinya, tertangkap mata merasa kasihan. Bukankah buku merupakan gudang ilmu, dan buku merupakan jendela dunia.
Apakah tidak ada solusi atau cara bagaimana kita bisa memperdayakan buku. Setidaknya memperdayakan perpustakaan agar pola pikir yang selama ini membuat kita enggan atau males datang ke perpustakaan berubah sekian derajat adanya. Bagaimana meningkatkan minat baca masyarakat (masyarakat kampus/mahasiswa). Sebuah pertanyaan yang juga merupakan sebuah tantangan.
Tempo hari, 25 Oktober 2023 penulis mengikuti kegiatan webiner yang diadakan UINSA, dengan tema “Kebijakan Perpustakaan Nasional RI dalam Transformasi Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial”, secara tidak langsung narasumber menyoal bagaimana cara kita memperdayakan buku di Perpustakaan. Bagaimana caranya perpustakaan berdaya guna bagi masyarakat khususnya masyarakat kampus di mana perpustakaan itu ada.
Sementara itu, kali pertama penulis masuk ke ruangan Perpustakaan (menjalankan tugas dan perintah dari pihak yang berwenang). Penulis bertemu dengan 2 mahasiswi yang diberi tugas menjaga, merawat Perpustakaan (mahasiswa beasiswa) dan penulis ngajak ngobrol dalam arti diskusi, juga mengenalkan diri.
Iseng, penulis tanya, sebagai petugas dan atau ditugasi menjaga Perpustakaan. Apakah kalian berdua suka membaca? Apa jawabannya, penulis menahan nafas sejenak, mendengarkan jawaban mereka. Orang perpustakaan sendiri malas membaca, apalagi masyarakat pada umumnya, dan kita ketahu juga bagaimana minat baca masyarakat.
Disinilah titik awal dan mungkin berat juga bila ingin memperdayakan buku sebagaimana yang dipaparkan narasumber saat webiner. Petugas Perpustakaan saja kurang minat membaca, apalagi masyarakat (masyarakat kampus) dimana Perpustakaan itu ada.
Bahkan saat penulis tanya tentang kunjungan atau yang datang ke Perpustakaan setiap hari, jawaban yang penulis terima juga menciptakan keterkejutan tersendiri. Mereka (mahasiswa) malas datang ke perpustakaan, mungkin juga bisa karena fasilitasnya, atau juga bisa karena yang lainnya. Kalau perpustakaan ingin berdayaguna, maka fasilitasnya juga perlu ditingkatkan, setidaknya tata ruang ruang dan buku-buku yang ada, yang berguna dan tidak berguna harus ditata sedemikian rupa.
Disinilah perlu terobosan baru, biarpun serasa berat, tapi semua itu harus kita upayakan, bagaimana caranya memperdayakan buku yang ada di Perpustakaan. Pertama, pihak Perpustakaan menjalin komunikasi dengan masyarakat kampus, khususnya dosen untuk membuat tugas kuliah (makalah) pada mahasiswa yang ada kaitannya dengan Perpustakaan.
Kedua, pihak Perpustakaan membuat agenda diskusi (forum diskusi) tentang buku atau yang lainnya. Ketiga, bisa juga pihak Perpustakaan membuat kelas menulis kreatif semacam resensi buku. Juga cara lain yang bertujuan memperdayakan buku, biar buku yang ada di perpustakaan berdaya guna tidak hanya sebagai pajangan saja.***
(Suyitno, S.Pd, M.Pd) karyanya berupa puisi, cerpen dan esai sudah dimuat di beberapa media massa, antara lain di Suara Karya, Republika, Sastra Sumbar, Media Indonesia dan lain-lain. Puisi-puisinya terkumpul di beberapa antologi puisi, antara lain Negeri Awan (2017), Festival Bangkalan (2017), Ruang Tak Lagi Ruang (2017), Kesaksian Tiang Listrik (2018), Negeri Bahari (Negeri Poci 2018), Jejak Sajak Batu Runcing (2018), Sabda Alam (2019), Zamrud Khatulistiwa (2019), Membaca Hujan di Bulan Purnama (Tembi, 2019), Biografi Tepung (2021), PMK 8 (2021) dan lain-lain. Juga dalam Antologi “Bersetubuh Dengan Waktu” (2014), “Dari Cinta Ke Negara” (2015), “Rasa Ku Rasa” (2016) dan Kumpulan Cerpen “Sepeda Pancal” (2016), “Gapura Menapak Jejak Mojopahit” (2018), “Pemulung Diksi” (2019), Lampiaskan Keinginan (2021), Dengan Apa Aku Mencintaimu (2022)
Dosen di Institut Agama Islam Uluwiyah Mojokerto. Mendirikan Kampung Literasi “AMANGKUCITA”, dan Penggiat Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK).