NASKAH SAMBAT
(Catatan dari Lauching Kampung Literasi “Amangkucitta”)
Malam, bulan di langit (kebetulan bulan purnama) tersenyum geli melihat sekelompok anak muda yang menampilkan naskah lakon “Sambat” buah karya Fajar Laksana, dalam acara Lauching Kampung Literasi “Amangkucitta”. Dan para penonton dibuat tertawa karena aksi mereka penuh dengan canda. Naskah lakon “Sambat” setidaknya mencerminkan bagaimana persoalan yang terjadi di lingkungannya.
Bahkan kalau boleh dikatakan, secara tidak langusng juga mencerminkan proses berdirinya Kampung Literasi “Amangkucitta” yang sambat kesana kemari, mencoba mencari donasi untuk melaksanakan acara Lauchingnya. Betapa tidak, diantara himpitan ekonomi yang ada, serta kebutuhan yang ada juga. Anak-anak “Amangkucitta” berani melakukan kegiatan untuk mengenalkan komunitasnya pada masyarakat dilingkungannya.
Dalam sambutannya yang sederhana, Ketua RT juga menggarisbawahi, bagaimana proses terlaksanannya acara tersebut yang penuh berdarah-darah, dan berharap dari titik awal yang ada acara bisa berkelanjutan, bisa memberikan warna tersendiri dilingkungan pada khususnya, kegiatan seni budaya pada umumnya.
Acaranya memang cukup sederhana, tapi tak sesederhana benar karena respon dari salahsatu warga yang menonton begitu postif, dan bahkan berharap tak hanya malam ini saja Kampung Literasi “Amangkucitta” mengadakan sebuah even kebudayaan. Apalagi yang datang dalam acara tersebut juga ada dari luar daerah.
Memang, dalam acara tersebut masih banyak kekurangan, dan bahkan kepincangan kepincangan terjadi, tapi semua itu bisa diatasi. Sehingga bisa berjalan dengan lancar tanpa banyak menemui kendala yang berarti. Sebuah geliat budaya yang saya rasa harus didukung keberlangsungannya, diantara arus jaman yang semakin menjauhkan kehidupan dari tradisi kehidupan bermasyarakat.
Disinilah kampong Literasi “Amangkucitta” didirikan untuk menjawab tantangan jaman, dan ingin menjaga kebudayaan itu sendiri dari arus perubahan, dan ingin memberikan pembelajaran pada masyarakat setempat lewat kegiatan literasi dan seni budaya. Dengan harapan masyarakat setempat bisa beradaptasi dengan adanya perubahan jaman, tapi tak meninggalkan budayanya sendiri.***
(Suyitno, S.Pd, M.Pd) karyanya berupa puisi, cerpen dan esai sudah dimuat di beberapa media massa, antara lain di Suara Karya, Republika, Sastra Sumbar, Media Indonesia dan lain-lain. Puisi-puisinya terkumpul di beberapa antologi puisi, antara lain Negeri Awan (2017), Festival Bangkalan (2017), Ruang Tak Lagi Ruang (2017), Kesaksian Tiang Listrik (2018), Negeri Bahari (Negeri Poci 2018), Jejak Sajak Batu Runcing (2018), Sabda Alam (2019), Zamrud Khatulistiwa (2019), Membaca Hujan di Bulan Purnama (Tembi, 2019), Biografi Tepung (2021), PMK 8 (2021) dan lain-lain. Juga dalam Antologi “Bersetubuh Dengan Waktu” (2014), “Dari Cinta Ke Negara” (2015), “Rasa Ku Rasa” (2016) dan Kumpulan Cerpen “Sepeda Pancal” (2016), “Gapura Menapak Jejak Mojopahit” (2018), “Pemulung Diksi” (2019), Lampiaskan Keinginan (2021), Dengan Apa Aku Mencintaimu (2022)
Dosen di Institut Agama Islam Uluwiyah Mojokerto. Mendirikan Kampung Literasi “AMANGKUCITA”, dan Penggiat Gerakan Puisi Menolak Korupsi (PMK).