Suyitno Ethex, Cerpen, Gedung Skolah

GEDUNG SEKOLAH DAN MAKHLUK LAIN

Sekian bulan gedung sekolah itu sepi dari aktivitas pembelajaran tatap muka, dan setiap pagi tak ada kegiatan, kalaupun ada hanya beberapa guru yang kebetulan piket, itupun tak lama berada disekolahan. Pak Sarkan lagi duduk santai melepas lelah, sedari usai subuh membersihkan halaman sekolah. Dan siang malam Pak Sarkan berada di sekolahan, sebagai tukang kebun yang merangkap penjaga keamanan sekolahan.

Kabar beredar dari mulut ke mulut, bahkan Pak Sarkan juga sudah mendengarkan kabar itu, yang katanya gedung sekolah itu setiap malam ramai, seperti ada kegiatan semacam perkemahan. Antara percaya dan tidak, dan kebetulan hari ini aku tak ada kegiatan, aku datang ke gedung sekolah itu menemui Pak Sarkan, dan ingin tahu kebenaran kabar yang beredar dilingkungan.

Kebetulan, rumahku tak begitu jauh dari gedung sekolah itu, bahkan aku sering membantu kegiatan di sekolah itu, terutama kegiatan seni budaya. Aku lihat Pak Sarkan lagi menyapu sampah daun-daun yang gugur berserakan.

“Ada apa, Cak!” tanya Pak Sarkan melihat aku datang

“Pingin dolan saja, Pak!” jawabku sambil memparkir motor

“Sebentar, ya!” kata Pak Sarkan sambil menyelesaikan pekerjaannya menyapu halaman sekolah, dan terlihat sebagian besar halaman sekolah sudah bersih.

Di bawah pohon trembesi yang rindang, dan yang daunnya setiap hari memenuhi halaman sekolah, di bangku beton aku dan Pak Sarkan duduk berdua ngobrol kesana kemari. Ngobrol tentang keadaan sekolahan sejak ada virus korona, sejak anak-anak sekolah belajar di rumah.

“Entahlah…..kapan wabah ini berakhir!” kata Pak Sarkan sambil mendesah

“Iya, pak!” kataku, “oh, iya! Apa benar, pak….!”

“Benar!” kata Pak Sarkan memotong bicaraku, “Sebenarnya, soal itu sejak dulu ada, hanya saja kalau dengan kehadiran anak-anak. Tapi sejak tidak ada kegiatan di sekolah, mereka makhluk lain itu jadi bebas berkeliaran”. Kata Pak Sarkan, yang membuat aku merinding juga.

Semilir angin serasa begitu sejuk juga, teriak matahari tak begitu terasa. Di bawah pohon trembesi, yang mungkin usia pohon ini sudah tua, karena sejak adanya sekolahan ini, pohon trembesi itu sudah ada dan menjadi salah satu ikon sekolahan tersebut.

“Jadi, kabar itu benar, ya Pak!” tanyaku

“Iya, kalau kamu tak percaya. Nanti malam bisa kamu buktikan”.

“Waduh…..!”

“Kamu takut?” tanya Pak Sarkan

“Ya, iyalah, Pak!” kataku, dan dalam hati aku merasa penasaran juga, ingin tahu kebenaran kabar yang ada.

“Sebenarnya tidak apa-apa kok, asal kamu tidak menganggu mereka!” kata Pak Sarkan, dan Pak Sarkan member tahu, kenapa betah bekerja di sekolah ini, dan kenapa tidak merasa takut bila dilingkungan sekolah ada hal-hal yang aneh.

Dari cerita Pak Sarkan, aku semakin penasaran juga, dan ingin tahu keadaan sekolah bila malam hari.

“Baiklah, pak! Nanti malam aku ke sini!” kataku sambil pamit pulang

“Jangan terlalu sore, kalau bisa malam-malam saja!” kata Pak Sarkan

“Waduh…..jam berapa, Pak?”

“Kalau bisa Jam 11.30 malam!”

“Baik, Pak!” kataku, lalu pamit Pak Sarkan, dan sebelum aku melangkah ke parkiran. Pak Sarkan berpesan, agar aku nanti malam ngajak teman, tidak sendirian, Pak Sarkan juga minta dibawakan kopi serta rokok kesukaannya.

Malam ini, sebelum berangkat ke sekolahan. Aku mampir dulu ke warung kopi, dan mencari teman untuk diajak ke SMP yang ada di kampong, dan di mana Pak Sarkan menjadi penjaga sekolah. Di warung kopi, aku ketemu Wawan yang lagi asik main HP dan ngopi.

“Wan, ayok ikut aku!”

“Ke mana?” tanya Wawan

“Ke SMP, menemui Pak Sarkan, aku sudah janjian!”

“Walah….ada apa? Apa kamu gak tahu, kalau gedung sekolah itu….!”

“Itulah sebabnya!” kataku memotong pembicaraan Wawan, “Aku ingin membuktikan kabar itu!” lanjutku

“Enggaklah, aku takut!” kata Wawan

“Walah….kamu itu licik, penakut!” kataku sambil ngojlok Wawan agar mau aku ajak ke gedung sekolah di mana Pak Sarkan sudah menunggu.

Akhirnya Wawan mau juga, dengan syarat aku harus membayari kopinya.

“Okelah, aku bayari kopimu, sekalian kita pesan 3 bungkus buat ngopi di sekolahan sama Pak Sarkan!”

Malam sudah hampir pukul 11.30 malam. Sampai di sekolahan, pintu gerbang hanya dibuka sedikit, dan aku lihat Pak Sarkan sudah nunggu di tempat penjagaan.

“Ayo, masuk saja!” kata Pak Sarkan begitu melihat aku dan Wawan

“Baik, Pak!” kataku sambil melajukan motor pelan-pelan masuk halaman sekolahan. Motor aku parkir di bawah pohon trembesi. Aku dan Wawan melangkah kea rah Pak Sarkan. Melihat aku dan Wawan melangkah kearahnya, Pak Sarkan berdiri dan menyambut kami.

“Kita ngobrol di sana saja, di depan kantor sana!” kata Pak Sarkan sambil menunjuk ruangan kantor. Aku dan Wawan mengikuti kemauan Pak Sarkan.

“Kita ngobrol di sini saja!”

“Baik, Pak!” kataku

Wawan berbisik, dan bisikannya membuat bulukudukku berdiri juga.

Dalam bisikannya, Wawan memberitahu bila melihat sosok makhluk besar yang bersandar di pohon trembesi.***

Leave a Comment

Your email address will not be published. Required fields are marked *